Metakognisi (metacognition) merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976. Menurut Flavell, sebagaimana dikutip oleh Israel dkk. (2005), metakognisi adalah thinking about thinking atau berpikir tentang berpikir. Metakognisi, menurut tokoh tersebut adalah kemampuan berpikir di mana yang menjadi objek berpikirnya adalah proses berpikir yang terjadi pada diri sendiri. Sedangkan menurut Martinez (2006), metakognisi adalah pemantauan dan pengendalian pikiran. Istilah ini bukan merupakan istilah asing dalam dunia pendidikan, namun di Indonesia metakognisi merupakan salah satu aspek yang kurang digali dari peserta didik.
Berdasarkan hasil observasi pada proses pembelajaran Biologi yang berlangsung di beberapa sekolah di Indonesia, siswa cenderung belajar dengan cara mengerjakan tugas yang telah diberikan guru pada setiap pertemuan atau yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya.Pola pembelajaran ini membuat siswa cenderung menunggu instruksi dari guru mengenai apa yang harus dikerjakan atau dipelajari, sehingga siswa belum terbiasa membuat perencanaan tentang materi yang harus mereka pelajari, siswa belum mengaitkan pengetahuan yang telah miliki dengan materi yang akan mereka pelajari atau menyadari apa yang telah mereka ketahui dari materi yang akan dipelajari, bagaimana siswa mempelajari materi tersebut, maupun menentukan tujuan dari pembelajaran yang akan dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, siswa umumnya mempelajari suatu materi hanya karena kewajiban, bukan karena memiliki ketertarikan dengan materi yang akan dipelajari atau memiliki kesadaran tentang pentingnya mempelajari materi tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan self planning siswa masih rendah.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut juga diperoleh informasi bahwa siswa tidak menyadari hasil belajar yang telah mereka peroleh setelah mengerjakan tugas, namun siswa tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya untuk mengerjakan tugas yang belum dapat diselesaikan yaitu dengan melakukan internet browsing. Hal ini berarti siswa sudah menyadari kekurangan dari pengerjaan tugas yang dilakukan dan melakukan usaha untuk mengatasi kekurangan tersebut sehingga siswa tergolong sudah memiliki kemampuanself monitoring walaupun masih rendah.
Pada akhir pembelajaran, baik pada akhir satu pertemuan, satu pokok bahasan atau pada akhir satu Kompetensi Dasar (KD), siswa belum terbiasa melakukan refleksi mengenai apa yang telah dipelajari dan bagian dari materi apa yang belum dikuasai. Siswa juga cenderung tidak menilai strategi belajar yang telah mereka lakukan sehingga siswa juga tidak memiliki rencana untuk melakukan perbaikan cara belajar untuk menghadapi pembelajaran selanjutnya. Uraian ini menunjukkan siswa belum memiliki kemampuan self evaluation
Selain itu, informasi yang dikelola oleh siswa, umumnya cukup banyak sehingga banyak siswa yang cenderung untuk belajar secara pasifyang telah terbukti meningkatkan risiko kegagalan akademis. Pola belajar pasif ini mengacu pada strategi pembelajaran yang menekankan penghafalan tanpa suatu upaya untuk menghubungkan dan memahami informasi. Pola belajar pasif tidak merangsang kognitif selama proses belajar dan tidak berusaha untuk membentuk hubungan antara informasi. Sebaliknya, pola belajar aktif mendorong kesalingterkaitan ini dan melibatkan para pelajar dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran bermakna (D'Antoni, Zipp, dan Olson, 2009).
Strategi mind mapping dapat digunakan sebagai strategi pemetaan yang bergantung pada penafsiran dan pemahaman siswa. Strategi ini dikembangkan oleh Tony Buzan dan terinspirasi oleh buku-buku catatan Leonardo da Vinci. Tidak seperti catatan kebanyakan orang, catatan da Vinci tidak linier tetapi elips. Dia menggunakan gambar dan teks untuk menggambarkan ide-ide dan konsep-konsep yang berbeda sering terhubung pada halaman yang sama. Mind mapping, seperti catatan da Vinci, adalah alat multi-indera visuospatial yang menggunakan orientasi untuk mengintegrasikan informasi dan dapat membantu mengatur dan menyimpan informasi (D'Antoni, Zipp, dan Olson, 2009).
Menurut Buzan (2007), mind map merupakan cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi keluar otak, suatu cara yang kreatif, efektif dan secara harfiah akan “memetakan” pikiran-pikiran kita. Sedangkan menurut D'Antoni, Zipp, dan Olson (2009), mind mapping mendorong proses belajar aktif pada tingkat metakognisi sehingga penggunaan mind map dalam pembelajaran inkuiri ini selain dapat mendukung pengolahan informasi oleh siswa, juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan metakognisi siswa.
Berdasarkan penjelasan tersebut, diasumsikan bahwa mengasah kemampuan metakognisi sebagai modal peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dapat dilakukan melalui penerapan mind mapping dalam proses pembelajaran siswa.